![]() |
Stop Kekerasan Terhadap Pers |
Dalam Undang-Undang Dasar No. 40 tahun 1999 dipaparkan mengenai Kebebasan Pers. Namun, realita kehidupan pers di Indonesia saat ini masih buram dengan adanya kebebasan Pers. Menelik perjalanan pers di Indonesia, Pers memang maju dalam perkembangannya, namun satu per satu kasus mengenai pers selalu merambat kepada para Jurnalis yang dilakukan oleh oknum, seperti Polisi dan TNI.
Hal ini sungguh terjadi di Indonesia, bisa dihitung sudah berapa kasus kekerasan yang dialami oleh jurnalis, baik jurnalis media nasional ataupun para fotografernya. Para jurnalis tidak hanya dipukul, namun juga disiksa sampai akhirnya hanya meninggalkan nama atas profesinya sebagai seorang pencari berita.
Banyak cara yang sudah dilakukan insan pers untuk meminta hak mereka bebas. Bebas bukan dalam artian semena-mena, tapi bebas dalam artian sebagai profesinya. Dalam hal ini, berbagai naungan pers pun melakukan berbagai macam cara, seperti Dewan Pers, PWI, dan juga AJI. Kasus kekerasan pers di Indonesia tampaknya belum mencapai pintu usai dalam kehidupannya.
Hampir setiap bulannya, AJI bisa mencatat berapa jumlah daftar kekerasan yang masuk terhadap wartawan yang rata-rata dilakukan oleh oknum polisi. Pada saat digelarnya aksi kebebasan pers pada awal Mei lalu, pihak AJI (Aliansi Jurnalis Independen) pun mengatakan bahwa musuh dari pers saat ini adalah polisi.
Dari pernyataan AJI ini pun dapat dikatakan bahwa memang benar bahwa kebebasan pers hanya sebuah pemaparan belaka, tidak ada kekerasan yang usai dari wartawan. Wartawan hanya sekedar kuli yang ingin menyampaikan informasi, namun nyawanya masih dalam bayang-bayang tindak kekerasan oknum yang berlaku semena-mena.
Lalu, kemana pemerintah sang pembuat undang-undang? Seharusnya, pemerintah siap menjawab tentanng hak-hak dan bahkan fisik para kuli tintanya yang sudah terlanjur tersakiti secara lahir dan batin. Para jurnalis selalu berkoar meminta kebebasan pers, namun pemerintah tidak ada sama sekali respon. Sudah selayaknya, pemerintah mengayomi semua bidang masyarakat dari berbagai bidang profesi.
Jika kebebasan pers hanya sekedar ditulis dalam undang-undang saja, maka hak pers tidak diberikan oleh pemerintah. Sekilas saja kita melihat apa tugas pers. Pers adalah mereka yang bernaung dalam kegiatan jurnalistik. Mencari, menggali, dan memberikan informasi. Pekerjaan sebagai seorang jurnalis bukanlah hal yang mudah, butuh tenaga pikiran, dan juga energi yang kuat serta mental.
Kebebasan pers bukan hanya sekedar kebebasan. Kebebasan dalam artian, bukan kebebasan atau keleluasaan. Kebebasan di sini adalah kebebasan dalam mengerjakan suatu profesi, kebebasan untuk bekerja tanpa ada tindakan kekerasan di dalam tugasnya. Kita bisa lihat berapa kasus kekerasan wartawan di Indonesia dari beberapa wilayah.
Ada wartawan yang dipukul, diinjak, dan bahkan ditembak tanpa ada kesalahan yang jelas. Apakah kekerasan hanya selalu pada wartawan? Apakah pekerjaan sebagai wartawan itu salah? Atau mereka sebagai oknum tidak tahu tentang adanya undang-undang terhadap wartawan? Dengan contoh kasus-kasus kekerasan yang sering terjadi.
Beberapa contoh kasus kekerasan pers yang terjadi di Indonesia seperti yang dikutip dari catatan Dewan Pers. Dua wartawan mengalami kekerasan saat meliput di Apartemen Cempaka Mas, Jakarta Pusat, Senin, 27 April 2015. Kedua wartawan tersebut adalah Rani Sanjaya, RCTI, dan Robi Kurniawan, Berita Satu TV. Sedangkan dua warawan lain, Samarta (SCTV) dan Muhammad Rizki (Metro TV), diintimidasi. Kekerasan diduga dilakukan oleh petugas apartemen Cempaka Mas. Koran telah mengadu ke Dewan Pers.
Tidak hanya itu pun Didik Herwanto, fotografer Riau Pos dan Robi, kameramen Rtv dianiaya oknum perwira TNI Angkatan Udara saat meliput jatuhnya pesawat Hawk 200, di Pekanbaru, Selasa 16 Oktober 2012.Setelah mendapatkan tindak kekerasan, Didik sempat divisum di Rumah Sakit AU dan menjalani pengobatan di Eka Hospital hingga sore hari. Sementara Robi menjalani perawatan di RS Bhayangkara. Komandan Pangkalan TNI AU Pekanbaru, Kolonel Bowo Budiarto, meminta maaf atas insiden pemukulan terhadap wartawan.
Itu baru beberapa contoh kekerasan yang terjadi terhadap wartawan di Indonesia, jika lebih dirinci lagi akan banyak kekerasan yang terdaftar dalam catatan. Lalu, apa lagi yang harus diperlihatkan wartawan dalam meminta kebebasan mereka? Sudah selayaknya pemerintah juga turun membantu bahkan mengayomi pihak wartawan untuk sama-sama mencari kebebasan yang dicari.
Wartawan juga manusia,perjalanan profesinya tidak harus melulu dengan kekerasan. Tapi, juga ada segudang prestasi yang ditorehkan untuk kebaikan dunia. Kebebasan wartawan tidak akan pernah usai apabila oknum yang melakukan kekerasan tidak sadar akan keberadaan wartawan, dan tidak mengerti akan fungsi wartawan. Di sini seharusnya para oknum harus lebih memahami keberadaan, bukan hanya memainkan fungsi masing-masing saja.
Oknum polisi misalnya, yang sering dijadikan sebagai pihak yang melakukan kekerasan terhadap wartawan harusnya tahu apa fungsi dan tugas wartawan bukan saja menghardik semata. Begitupun wartawan, sebagai seorang jurnalis yang memiliki wawasan luas harus pandai menjalin hubungan baik dengan para polisi, agar kesamaan dalam menjalankan fungsi dan berjalan baik, dan kasus-kasus kekerasan setidaknya berkurang, yang secara tidak langsung kebebasan akan pers akan mulai dirasakan.
Sumber: google.com